Selasa, 22 Juli 2008

Keharuan yang Sakit

Hatiku mati, sayang
Kala kita disibak kesenjangan penghidupan
Menjerumuskan bincang ke selokan

Hanya kesalahan dalam rangkaian keharuan yang sakit
Tapi kuingin menjumpaimu saja, nanti
Tidak dalam matiku yang melukaimu

Andai belenggu ini mudah kubuka
Akan ada hati terpaut di penghujung jalan

Hatiku mati, sayang
Belenggu di hari-hariku kian membaja
Rangkaian keharuan masih akan melarut
Sampai ke titik-titik nafas terkecil

(masih akan panjang jalan menuju surga)

Padang 2007-2008



Sayap-Sayap di Telaga


Sudah kukekang sayap-sayapnya,
agar kematianmu urung, Kasih.

Saat itu warga kota berhamburan ke pinggir sungai, menjual kantung-kantung bunga.
Kubawakan sehelai daun pandan biru untukmu, sebab kuingat kau dalam bondongan-
bondongan yang bersuka ria itu.

Pernah aku berpikir akan membawakan telaga ke kamarmu. Akan kusertakan burung-
burung tanpa sayap, setelah kubuang sangkar-sangkar itul. Kalau kau suka, akan kujinjing
separuh angin. Dan separuh hati yang menghidupkan langkah-langkah.

Lalu aku akan menjagamu di atas perahu, selama telaga ini penuh dengan daun-daun pandan
yang kau rawat dengan cinta. Oh, lihatlah burung-burung itu telah memiliki sayap! Tapi
cintamu menahan mereka di sini, di kamarmu ini. Kita biarkan mereka terbang rendah
di bawah dagu kita, berhamburan, seperti anak-anak kita kelak.

Kau hanya tertawa. Katamu, kau suka memotretku tertawa. Pernah pula aku berpikir akan
membawamu ke telaga di belakang rumah ibuku. Kasih, berjanjilah..

Sebab sudah kukekang sayap-sayapnya di dasar telaga,
agar kematian kita urung.

Padang, Oktober 2006

Tidak ada komentar: